Sejarah Maenpo Syahbandar
Maenpo Sahbandar (Syahbandar/Sabandar) pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad Kosim (lebih dikenal sebagai Mama Kosim,
Mama adalah panggilan hormat untuk ulama besar atau guru besar (bahasa
sunda – Red). Seperti juga tokoh dari aliran lainnya, asal dari Mama
Kosim sendiri dan Maenpo yang diajarkan memiliki banyak versi. Meskipun
begitu, semua versi menyebutkan bahwa beliau adalah keturunan keluarga
terkemuka dari Sumatra Barat, cuma masih dipertentangkan apakah
berasal dari Solok, pesisir Padang, Pagaruyung atau Bukit Tinggi.
Disamping itu tentu saja banyak pertanyaan mengenai asal dari Maenpo yang diajarkan oleh Mama Kosim. Ini berkaitan perbedaan jumlah jurus dari beberapa pewaris Maenpo aliran Sahbandar ini, pendapat ini akhirnya sampai pada kesimpulan tentang kemurnian Maenpo yang diajarkan oleh Mama Kosim didasarkan kepada aliran asalnya.
Kali ini saya tidak akan menuliskan versi-versi cerita yang beredar mengenai Mama Kosim, tetapi akan langsung menuliskan apa yang sering diceritakan di lingkungan keluarga kami secara turun temurun.
Keberadaan Mama Kosim mulai ramai diperbincangkan ketika secara tidak sengaja salah satu murid dari Maenpo Cikalong menjadi muridnya. Saat itu diceritakan bahwa Mama Kosim tinggal di Kampung Sahbandar – Karang Tengah – Cianjur dan beliau merupakan santri dari Ajengan Cirata. Beliau belajar Tarekat Nasbandaqiyah di bawah bimbingan Ajengan Cirata. Sejak diangkatnya menjadi murid salah seorang murid Maenpo Cikalong oleh Mama Kosim, dan juga sejak pertemuan Mama Kosim dengan Rd. H. Ibrahim, nama Mama Kosim mulai dikenal secara luas di kalangan bangsawan-bangsawan Sunda dan santri-santri di daerah Jawa Barat. Mulai saat itulah orang-orang mengenal apa yang dinamakan sebagai Maenpo Sahbandar dan mulai saat itu juga cukup banyak yang berguru ke Mama Kosim, termasuk santri-santri di pesantrennya Ajengan Cirata, bahkan Ajengan Cirata sendiri merupakan murid Maenpo nya Mama Kosim. Meskipun begitu, latihannya sendiri saat itu masih tertutup untuk umum. Jadi hanya murid-murid dari Maenpo Cikalong dan kalangan santri dari Pesantren Ajengan Cirata. (Catatan: Ajengan adalah bahasa Sunda yang harfiahnya hampir sama seperti Gus di Jawa Tengah atau Timur).
Mama Kosim sendiri digambarkan sebagai orang yang sangat teguh pendirian, sabar dan lembut. Keteguhan hatinya digambarkan ketika beliau mengikuti kepindahan Ajengan Cirata ke Sindang Kasih di Purwakarta. Kesabaran dan kelembutannya bisa dilihat dari Maenpo yang diajarkannya. Setelah istrinya meninggal di Sindang Kasih, Mama Kosim memutuskan untuk pindah dan menetap di Wanayasa. Wanayasa terletak masih di daerah Purwakarta. Alasan kepindahannya bukan hanya karena kesedihan ditinggal istri, tetapi juga tujuan dakwah. Saat itu Wanayasa dikenal sebagai kota baru yang dinamis. Mama Kosim mengajar ilmu agama di Mesjid Agung Wanayasa dan juga mengembangkan lebih jauh Maenponya di sana. Di kota kecil ini juga beliau menikah kembali dengan kerabat Menak dari Cianjur (Menak = bangsawan), ini semakin mempererat hubungan antara Mama Kosim dan keluarga besar Maenpo Cikalong. Beliau mengajar ilmu agama dan Maenpo Sahbandar di Wanayasa sampai meninggal di tahun 1880.
Pengaruh Ajengan Cirata.
Salah satu sebab keberagaman (perbedaan jumlah jurus) dari Sahbandar menurut para sesepuh adalah pengaruh dari Ajengan Cirata. Karena itulah ada kepercayaan, Sahbandar dengan jumlah jurus yang banyak (Jurus 25 di Sukabumi) adalah Sahbandar yang diajarkan khusus untuk Santri-santri, dengan tujuan meskipun jumlah jurus banyak, tetapi lebih mudah dimengerti. Sedangkan Sahbandar dengan jurus yang sedikit dipercaya sebagai jurus-jurus awal (Jurus Lima dan Jurus Tujuh) dan jurus akhir (Jurus Sebelas). Jurus awal maksudnya adalah jurus ketika pertama dikenalnya Mama Kosim, sehingga yang menguasai jurus ini kebanyakan dari kalangan Maenpo Cikalong (meskipun begitu cukup banyak juga komunitas Maenpo Cikalong yang menguasai jurus dengan jumlah banyak). Dan jurus akhir adalah jurus yang diajarkan ketika beliau mau meninggalkan Sindang Kasih dan menetap di Wanayasa.
Penelusuran Pak Rais (Bpk. Adung Rais)
Pak Rais pernah melakukan suatu penelusuran kecil ke daerah Pagaruyung dan Solok, dengan tujuan melacak asal dari Maenpo Sahbandar. Ternyata, bentuk-bentuk jurus yang sekarang diajarkan di sana dan diduga sebagai asal Maenpo Sahbandar sudah berbeda sekali dengan Maenpo Sahbandar yang diajarkan di daerah Jawa Barat. Ini mungkin disebabkan karena Mama Kosim sendiri terus mengembangkan Maenpo nya, dipengaruhi oleh Tarekat Nasbandaqiyah, dan juga persahabatannya dengan tokoh-tokoh silat di Betawi dan tanah Pasundan saat itu (Mama Kosim bersahabat sangat akrab dengan Bang Madi, Bang Kari dan Rd. H. Ibrahim). Pengembangan Maenpo nya inilah yang menyebabkan Mama Kosim menyebut Maenpo nya sebagai Maenpo Sahbandar (informasi K.H. Musthofa dan Mama Hisbulloh).
——————————-
Disadur dari tulisan Kang Mpay, yang pernah menuliskan-nya di forum kaskus.us
Disamping itu tentu saja banyak pertanyaan mengenai asal dari Maenpo yang diajarkan oleh Mama Kosim. Ini berkaitan perbedaan jumlah jurus dari beberapa pewaris Maenpo aliran Sahbandar ini, pendapat ini akhirnya sampai pada kesimpulan tentang kemurnian Maenpo yang diajarkan oleh Mama Kosim didasarkan kepada aliran asalnya.
Kali ini saya tidak akan menuliskan versi-versi cerita yang beredar mengenai Mama Kosim, tetapi akan langsung menuliskan apa yang sering diceritakan di lingkungan keluarga kami secara turun temurun.
Keberadaan Mama Kosim mulai ramai diperbincangkan ketika secara tidak sengaja salah satu murid dari Maenpo Cikalong menjadi muridnya. Saat itu diceritakan bahwa Mama Kosim tinggal di Kampung Sahbandar – Karang Tengah – Cianjur dan beliau merupakan santri dari Ajengan Cirata. Beliau belajar Tarekat Nasbandaqiyah di bawah bimbingan Ajengan Cirata. Sejak diangkatnya menjadi murid salah seorang murid Maenpo Cikalong oleh Mama Kosim, dan juga sejak pertemuan Mama Kosim dengan Rd. H. Ibrahim, nama Mama Kosim mulai dikenal secara luas di kalangan bangsawan-bangsawan Sunda dan santri-santri di daerah Jawa Barat. Mulai saat itulah orang-orang mengenal apa yang dinamakan sebagai Maenpo Sahbandar dan mulai saat itu juga cukup banyak yang berguru ke Mama Kosim, termasuk santri-santri di pesantrennya Ajengan Cirata, bahkan Ajengan Cirata sendiri merupakan murid Maenpo nya Mama Kosim. Meskipun begitu, latihannya sendiri saat itu masih tertutup untuk umum. Jadi hanya murid-murid dari Maenpo Cikalong dan kalangan santri dari Pesantren Ajengan Cirata. (Catatan: Ajengan adalah bahasa Sunda yang harfiahnya hampir sama seperti Gus di Jawa Tengah atau Timur).
Mama Kosim sendiri digambarkan sebagai orang yang sangat teguh pendirian, sabar dan lembut. Keteguhan hatinya digambarkan ketika beliau mengikuti kepindahan Ajengan Cirata ke Sindang Kasih di Purwakarta. Kesabaran dan kelembutannya bisa dilihat dari Maenpo yang diajarkannya. Setelah istrinya meninggal di Sindang Kasih, Mama Kosim memutuskan untuk pindah dan menetap di Wanayasa. Wanayasa terletak masih di daerah Purwakarta. Alasan kepindahannya bukan hanya karena kesedihan ditinggal istri, tetapi juga tujuan dakwah. Saat itu Wanayasa dikenal sebagai kota baru yang dinamis. Mama Kosim mengajar ilmu agama di Mesjid Agung Wanayasa dan juga mengembangkan lebih jauh Maenponya di sana. Di kota kecil ini juga beliau menikah kembali dengan kerabat Menak dari Cianjur (Menak = bangsawan), ini semakin mempererat hubungan antara Mama Kosim dan keluarga besar Maenpo Cikalong. Beliau mengajar ilmu agama dan Maenpo Sahbandar di Wanayasa sampai meninggal di tahun 1880.
Pengaruh Ajengan Cirata.
Salah satu sebab keberagaman (perbedaan jumlah jurus) dari Sahbandar menurut para sesepuh adalah pengaruh dari Ajengan Cirata. Karena itulah ada kepercayaan, Sahbandar dengan jumlah jurus yang banyak (Jurus 25 di Sukabumi) adalah Sahbandar yang diajarkan khusus untuk Santri-santri, dengan tujuan meskipun jumlah jurus banyak, tetapi lebih mudah dimengerti. Sedangkan Sahbandar dengan jurus yang sedikit dipercaya sebagai jurus-jurus awal (Jurus Lima dan Jurus Tujuh) dan jurus akhir (Jurus Sebelas). Jurus awal maksudnya adalah jurus ketika pertama dikenalnya Mama Kosim, sehingga yang menguasai jurus ini kebanyakan dari kalangan Maenpo Cikalong (meskipun begitu cukup banyak juga komunitas Maenpo Cikalong yang menguasai jurus dengan jumlah banyak). Dan jurus akhir adalah jurus yang diajarkan ketika beliau mau meninggalkan Sindang Kasih dan menetap di Wanayasa.
Penelusuran Pak Rais (Bpk. Adung Rais)
Pak Rais pernah melakukan suatu penelusuran kecil ke daerah Pagaruyung dan Solok, dengan tujuan melacak asal dari Maenpo Sahbandar. Ternyata, bentuk-bentuk jurus yang sekarang diajarkan di sana dan diduga sebagai asal Maenpo Sahbandar sudah berbeda sekali dengan Maenpo Sahbandar yang diajarkan di daerah Jawa Barat. Ini mungkin disebabkan karena Mama Kosim sendiri terus mengembangkan Maenpo nya, dipengaruhi oleh Tarekat Nasbandaqiyah, dan juga persahabatannya dengan tokoh-tokoh silat di Betawi dan tanah Pasundan saat itu (Mama Kosim bersahabat sangat akrab dengan Bang Madi, Bang Kari dan Rd. H. Ibrahim). Pengembangan Maenpo nya inilah yang menyebabkan Mama Kosim menyebut Maenpo nya sebagai Maenpo Sahbandar (informasi K.H. Musthofa dan Mama Hisbulloh).
——————————-
Disadur dari tulisan Kang Mpay, yang pernah menuliskan-nya di forum kaskus.us
Tidak ada komentar:
Posting Komentar